Senin, 17 Juli 2017

STABILITAS LERENG

A.    Pendahuluan
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan dan lain-lain.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunan untuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal serta tambang terbuka. Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.
Jika komponen gravitasi lebih besar untuk menggerakan lereng yang melampaui perlawanan terhadap pergeseran yang dikerahkan tanah pada bidang longsornya maka akan terjadi kelongsoran tanah. Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil hitungan stabilitas lereng:
·         Kondisi tanah yang berlapis
·         Kuat geser tanah yang isontropis
·         Aliran rembesan air dalam tanah.
Terzaghi (1993) membagi penyebab kelongsoran lereng ;
1.      Akibat pengaruh dalam, yaitu longsoran yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi.
2.      Akibat pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah.
B.     Teori Analisa Stabilitas Lereng
Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor, metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll.
Maksud analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor. Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang menahan dan gaya yang menggerakan atau
dengan ; 

τ =  tahanan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah.
τa = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
F   = faktor aman.

Mohr – Coulomb, tahanan geser (t) yang dapat dikerahkan tanah sepanjang bidang longsornya dinyatakan ; 

Dimana nilai c dan φ adalah parameter kuat geser tanah disepanjang bidang longsornya.
C.    Analisis Stabilitas Lereng dengan Bidang Longsor Datar. 
1.      Lereng tak berhingga dengan kondisi tanpa rembesan.


 Gambar1. Lereng tak berhingga tanpa rembesan
Rumusnya adalah :

2.      Lereng tak berhingga dengan kondisi dengan rembesan.




Gambar 2. Lereng tak berhingga dengan rembesan
Rumusnya adalah :


 
Keterangan :
H = Kedalaman tanah efektif (m)
Α = Kemiringan lereng  ( ͦ )
γ' = γ – γw (kgf/m3)
γsat = Berat volume tanah jenuh air (kgf/m3)

D.    Analisis Stabilitas dengan Bidang Longsor Berbentuk Lingkaran
Bowles (1985) menyatakan kebanyakan longsoran tanah membentuk bidang longsoran berupa lengkungan. Pada tanah kohesif keruntuhan terjadi karena bertambahnya kadar air tanah. Lengkung longsor bisa berbentuk bidang lingkaran, spiral logaritmis atau kombinasi keduanya.




Gambar 3. Bentuk-bentuk Bidang longsor
Bentuk anggapan bidang longsor berupa lingkaran dimaksudkan untuk mempermudah hitungan analisis stabilitasnya secara matematik.
 Analisis stabilitas lereng tanah kohesif
Jika lereng dari tanah lempung homogen, dengan analisis kuat geser undrained, maka hitungan dapat dilakukan secara langsung

dengan ;
F = faktor aman                                  W = berat tanah yang  longsor (kN)
 LAC = panjang lengkungan (m)        c = kohesi (kN/m2)
 R = jari – jari   longsor                       y = jarak pusat berat W terhadap O (m)






Gambar 4. Analisis stabilitas lereng tanah lempung tanpa rembesan

Lereng yang dipengaruhi aliran air tanah, diperlukan gambar garis freatis dan sketsa jaring arus (flow-net). Garis–garis ekipotensial memotong bidang longsor dengan tinggi energi yang diketahui. Tekanan pada titik-titik dihitung dan digambarkan  diagram tekanan air Jumlah tekanan air pori (U) dihitung cara integrasi, dimana titik tangkap U akan melewati titik O. Nilai gaya W’ dapat diperoleh dengan cara menambahkan U dengan vektor W. Dengan cara keseimbangan diperoleh ;

Gambar 5. Analisis stabilitas lereng tanah lempung dengan pengaruh rembesan




DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J. E. (1985) Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah 2nd ed, Erlangga, Jakarta.
Craig, R. F. (1998). Mekanika Tanah (4th ed.), Erlangga, Jakarata.
Das, B. M. (1997). Advance Soil Mechanic, Taylor and Francis, Sacramento, USA.
Terzahgi, K., & Peck, R. B. (1993). Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa, 2nd ed, Vol. I,. Erlangga, Jakarta.




Jumat, 21 Oktober 2016

LAPORAN IRIGASI TETES



I.    PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang penting untuk kebutuhan manusia salah satunya di bidang pertanian. Masyarakat di Indonesia sebagian besar adalah petani yang menggunakan sungai, danau, waduk dan sumur sebagai sumber air utama. Cara pemberian air yang diterapkan oleh masyarakat Indonesia tidak efektif, efisien dan hasilnya kurang merata. Sistem irigasi tetes adalah salah satu alternatif dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Kebutuhan akan sumber daya air yang cenderung meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk menyebabkan semakin terbatasnya sumber daya air, terutama bagi tanaman budidaya seperti sayuran dan buah-buahan yang rentan terhadap kebutuhan air. Oleh sebab itu, ketersediaan sumber daya air harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif. Guna memanfaatkan jumlah air yang terbatas diperlukan teknologi irigasi yang tepat dan memiliki nilai efisiensi irigasi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi air irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman semangka pada tanah ultisol.
Irigasi adalah istilah yang berkaitan dengan penyaluran air dari sumber ke tanaman. Sistem irigasi yang banyak digunakan adalah irigasi curah di permukaan tanah. Irigasi ini membutuhkan air dalam jumlah banyak sedangkan tingkat efisiensi penggunaan airnya rendah. Untuk mengatasi keterbatasan air tersebut, sistem irigasi tetes merupakan pilihan tepat dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air yang tejadi dimasyarakat.

Sistem irigasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan metode irigasi tetes. Irigasi tetes adalah salah satu metoda irigasi yang lazim dan baik digunakan pada tanaman yang membutuhkan perawatan lebih. Misalnya pada tanaman buah-buahan, obat-obatan (tanaman herbal), serta tanaman sayur-sayuran dan lain sebagainya. Penggunaan irigasi tetes merupakan sesuatu yang perlu perhitungan, penggunaan irigasi tetes dikontrol dengan mengkondisikan jumlah tetesan perdetik pada perakaran. Ini bertujuan untuk mengkondisikan tetesan irigasi agar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman tentang laju aliran tetes dan cara perhitungannya sangat diperlukan dalam menggunakan irigasi tetes tersebut.
1.2. Tujuan Praktikum
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan komponen-komponen utama system irigasi tetes dan menentukan parameter-parameter kinerja sistem irigasi tetes.

II.    TINJAUAN PUSTAKA
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa, perikanan. Usaha tersebut utama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air kelebihan yang tidak diperlukan lagi usaha pertanian. Berdasarkan definisi irigasi maka tujuan dari irigasi adalah sebagai berikut. Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan presentase kandungan air dan udara di antara butir-butir tanah. Pemberian air dapat juga mempunyai tujuan sebagai bahan pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah. Tujuan Irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain, mengatur suhu tanah, membersihkan tanah dari unsur-unsur racun, memberantas hama penyakit, mempertinggi muka air tanah, membersikan buangan air dan kolmatasi (Sudjarwadi 1987).
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembapan tanah rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Triatmodjo, 1996).

Penggunaan sistem irigasi tetes dikalangan petani masih sangat minim. Hal ini dikarenakan perlunya biaya yang sangat mahal dalam membuat instalansi jaringan irigasi tetes ini. Namun bila semua komponen penyusunnya diganti dengan yang lebih sederhana tetapi kegunaannya tetap sama, maka sudah pasti petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Pada hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan berpasir, air yang sangat terbatas, iklim yang kering dan komoditas yang diusahakan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Buckman, 1982).
Cara pemberian irigasi yang tidak tepat menjadi penyebab utama rendahnya produktivitas tanaman . Hal ini terlihat jelas dari sebagian besar tanaman yang mati disebabkan terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air yang diberikan, karena pemberian irigasi sistem tradisional yang diterapkan petani memberikan air tanpa adanya takaran yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penelitian tentang aplikasi sistem irigasi tetes pada tanaman yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, hemat air, sederhana dan mudah diterapkan pada pertanian lahan kering perlu dikembangkan (Hadiutomo, 2012).

III.    METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanan praktikum kali ini adalah hari rabu tanggal 5 Mei 2016 pukul 15.00 wib. Dilaksanakan di Laboratorium Teknik Tanah dan Air Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala.

3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Unit Penetes (emitter), Manometer Air, Gelas Ukur, Penampung Air, Stopwatch, Kran Pengatur Debit, dan lain-lain yang dianggap perlu untuk praktikum.

3.3. Cara Kerja
Adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah yang pertama beberapa penetes (emitter) dipasang dengan jarak seragam pada lateral. Kemudian air dialirkan melalui lateral, dengan tekanan kerja 100 cmH2O diatur dengan kran pengatur debit. Setelah itu  air yang berdari penetes ditampung dalam gelas penampung selama 10 menit, kemidian diukur denagn gelas pengukur. Selanjutnya mengubah perlakuan pada kran pengatur debit untuk dilakukan perbedaan pada ulangan selanjutnya.

IV.       HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Hasil Pengamatan
Tabel 1.Pengamatan pada Irigasi Tetes
Per 10 menit
Lateral
I
II
III
IV
Ulangan 1
a
1049
429
497
615
b
883
786
48
527
c
784
606
772
948
d
1028
1111
790
725
e
1111
791
1004
983
Ulangan 2
a
1092
297
79
752
b
967
1031
31
764
c
1014
833
821
1006
d
862
981
923
764
e
1164
818
1024
1159
Ulangan 3
a
556
233
8
681
b
1206
977
10
713
c
1275
738
956
552
d
822
775
835
729
e
1261
954
819
1102

4.2. Analisa Data
      Perhitungan koefisien keseragaman (EU) dan koefisien variasi pada irigasi tetes ulangan I Berdasarkan US Soil Conservation Service (US SCS) :

EU         = 100 x qn / qa
= 100 x ((48+429+497+527+606)/5) / ((1049+429+497+615+883+786+48+527+784+606+772+948+1028+1111+790+725+1111+791+1004+983)/20)
= 100 x (421.4 / 774.35)
= 54.420

Menurut James (1988) :
cv          
              =
              =
              = 0.344
EU         = 100 x           
              = 100 x
              = 100 x 0.563 x 0.062
              = 3.490
4.3. Pembahasan
Pada praktikum yang dilakukan dilapangan terdapat perbedaan nilai disetiap ulangan yang dilakukan, itu dikerenakan lateral dan emitter yang digunakan dalam kondisi tidak baik atau dalam keadaan bocor sehingga nilai disetiap ulangan yang dilakukan berbeda-beda. Dengan demikian nilai pada irigasi tetas di ulangan 1, 2, dan 3 dengan waktu per 10 menit yang dilakukan di lapangan memiliki perbedaan disetiap ulangannya.
Pada irigasi tetes hanya zona perakaran tanaman yang diberi air, dan dengan pengelolaan yang tepat kehilangan perkolasi dalam menjadi minimal. Evaporasidari tanah bisa lebih rendah karena hanya sebagian dari luasan permukaan tanah yang basah. Kebutuhan tenaga kerja lebih rendah dan sistem ini

 dapat dioperasikan secara otomatis. Pengurangan kehilangan perkolasi dan evaporasiakan menghasilkan penggunaan air yang ekonomis. Gulma lebih mudah dikendalikan, terutama pada daerah lahan yang tidak diairi. Bakteri, hama dan penyakit lain yang tergantung pada lingkungan lembab dapat dikurangi, karena bagian tanaman yang ada diatas tanah umumnya kering.
Kelemahan-kelemahan utama dari irigasi tetes adalah biaya yang tinggi dan penyumbatan pada komponen sistem, terutama emitter untuk partikel-partikel kecil tanah, bahan biologis dan kimia. Emitter tidak bekerja begitu baik untuk tanaman tertentu dan masalah yang disebabkan salinitas. Garam-garam cenderung tertumpuk disekitar tepian permukaan yang basah. Karena sistem ini biasanya hanya membasahi bagian dari volume potensial tanah-akar, perakaran tanaman bisa terbatas hanya pada volume tanah di dekat tiap emitter.
Unsur-unsur utama pada irigasi tetes yang perlu diperhatikan sebelum mengoperasikan peralatan irigasi tetes adalah sumber air, dapat berupa sumber air permanen (sungai, danau, dan lain-lain), atau sumber air buatan (sumur, embung dan lain-lain), sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa penghisap pompa air sumur dalam, saringan, untuk mencegah terjadinya penyumbatan maka diperlukan beberapa alat penyaring, yaitu saringan utama (primary filter) yang dipasang dekat sumber air, sringan kedua (secondary filter) diletakkan antara saringan utama dengan jaringan

pipa utama. Irigasi tetes memerlukan peralatan seperti unit pompa, pengatur tekanan, jaringan pipa utama dan sub utama, pipa-pipa lateral, dan juga emitter atau dripper.
              Dari data hasil pengamatan dapat dilihat nilai dari lateral 1, 2, 3, dan 4 memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap ulangannya pun berbeda-beda. Pada percobaan dilapangan nilai pada ulangan 1, 2, dan 3 menurun sedikit dari percobaan sebelumnya dimana seperti yang diperlihatkan oleh tabel 1. Penurunan  nilai itu diakibatkan oleh tersembatnya emitter dan tekanan air yang diberikan dari pengaturan kran pada pipa sub utama. Dimana tekanan yang digunakan pada percobaan irigasi tetes di lapangan adalah 16 psi, semakin tinggi tekanannya maka akan semakin cepat laju tetesan air, semakin rendah tekanan maka tetesan airnya akan lambat. Jika dilihat dari analisa data dapat dibahas bahwa berdasarkan US Soil Conservation Service (US SCS) pada ulangan pertama maka di dapat nilai EU (koefisien keseragaman) sebesar 54.420 dan pada metode James (1988) EU (koefisien keseragaman) sebesar 3.490 dan nilai koefisien variasinya yaitu 0.344.

V.    PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan adalah sebagai berikut :
1.      Pada praktikum yang dilakukan dilapangan terdapat perbedaan nilai disetiap ulangan yang dilakukan, itu dikerenakan lateral dan emitter yang digunakan dalam kondisi tidak baik atau dalam keadaan bocor sehingga nilai disetiap ulangan yang dilakukan berbeda-beda.
2.      Pada irigasi tetes hanya zona perakaran tanaman yang diberi air, dan dengan pengelolaan yang tepat kehilangan perkolasi dalam menjadi minimal.
3.      Kelemahan-kelemahan utama dari irigasi tetes adalah biaya yang tinggi dan penyumbatan pada komponen sistem, terutama emitter untuk partikel-partikel kecil tanah, bahan biologis dan kimia.
4.      Irigasi tetes memerlukan peralatan seperti unit pompa, pengatur tekanan, jaringan pipa utama dan sub utama, pipa-pipa lateral, dan juga emitter atau dripper.
5.      Penurunan  nilai itu diakibatkan oleh tersembatnya emitter dan tekanan air yang diberikan dari pengaturan kran pada pipa sub utama dan nilai koefisien variasinya yaitu 0.344.

5.2. Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan adalah semoga untuk kedepannya dapat lebih baik lagi peralatan yang digunakan saat praktikum.

DAFTAR PUSTAKA
Buckman dan N.C. Brady, 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Hadiutomo, K. 2012. Mekanisasi Pertanian. IPB Press. Bogor.
Sudjarwadi, 1987. Dasar-dasar Teknik Irigasi. Biro Penerbit Keluarga Besar Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Triatmodjo, B. 1996. Hidrolika 1. Beta Offset, Yogyakarta.